TEMPO.CO, Newtown
- "Dia berlari, dengan sekujur tubuh berlumuran darah," pastor Jim
Solomon, seorang saksi mata penembakan di SD Sandy Brook di Connecticut,
menceritakan. "Kalau dia tak melakukannya, dia sudah mati."
Hasil identifikasi aparat kepolisian kemudian menyatakan, seluruh
teman sekelasnya tewas. Bocah 6 tahun yang namanya dirahasiakan karena
alasan privasi itu kini tengah menjalani perawatan intensif di rumah
sakit. Sang bocah yang masih trauma ini tak mau berbicara dengan siapapun, kecuali ibunya. Ia berkali-kali meyakinkan sang ibu, "Aku baik-baik saja, mom," ujar Solomon menceritakan.
Menurut ibunya, trauma psikisnya sangat dalam. "Ia menderita tekanan batin, karena merasa bersalah tak bisa berbuat apapun untuk menolong teman-temannya," katanya.
Ucapan dukacita masih terus berdatangan ke sekolah itu dari berbagai belahan dunia. Sebagian besar adalah dari pendidik. "Semoga Allah menguatkan keluarga korban, dan para 'malaikat' kecil mereka beristirahat dalam damai di surga," kata Ghulam Murtaza, seorang guru dari Pakistan.
Dari Lithuania, seorang guru yang menyebut dirinya hanya dengan nama Veronika menyatakan mengirimkan segenap doa dan cinta bagi keluarga korban penembakan Connecticut. "Hati saya ada di Newtown. Tuhan memberkati Anda semua," ujarnya.
Sekolah ini kehilangan 26 orang akibat penembakan brutal yang dilakukan Adam Lanza. Pria 20 tahun ini membawa dua senapan dan memberondongkan peluru pada tiap-tiap ruangan. Penembakan Connecticut dianggap sebagai yang terburuk karena sebagian besar korbannya adalah anak-anak berusia 6 dan 7 tahun.
ABC | TRIP B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar