Senin, 24 Desember 2012

Kapal Impian




Oleh : Tommy Alexander Tambunan

"Nadya,bangun nak. Udah pagi nih”.  Seru ayah sambil membelai-belai  rambutku. “emang udah jam berapa ayah?” jawab suara ku serak sambil memperhatikan ayah yang telah rapi dan bersiap-siap untuk pergi mencari pekerjaan. Ayah di PHK dari perusahaannya yang dulu,akibat mengalami kebangkrutan. Aku tau beban ayah bertambah berat,apalagi sejak kepergian ibu dua bulan yang lalu. Ibu memilih menikah pada lelaki lain,karena kemiskinan yang menimpa kami. “Nadya,ayah pergi dulu ya,doain ayah agar dapat kerja” ujar ayah. “amin,nadya selalu berdoa yang terbaik buat ayah”ayah pun pergi karena jam sudah menunjukan pukul 06.30.

selama delapan tahun aku hidup,hanya satu hari yang paling bahagia bagi ku,yaitu tanggal 25 november 2010. Dimana saat itu ulang-tahunku yang ke-7. Walau hanya aku dan ayah yang merayakan nya,tapi ayah memberikan ku suatu hadiah yang menginspirasiku. Yaitu sebuah kapal-kapalan yang dibuat dari kertas origami berwarna-warni,semula aku menggerutu dengan hadiah tersebut. “ini kapal-kapalan biasa.tapi ntar nadya harus janji sama ayah,kalau sudah besar buat kapal yang besar biar ayah, ibu dan nadya bisa keliling dunia” mendengar kata-kata ayah aku langsung bersemangat dan terus mengangan-angan kan itu. Jujur,aku sangat rindu ibu. Aku berjanji akan mewujudkan nya karena memang aku bercita-cita membuat kapal besar.


Setelah dua minggu mencari pekerjaan,akhirnya ayah diterima di sebuah perusahaan televisi lokal sebagai wartawan. Resiko nya,ayah sering kali berpergian hingga akhirnya ayah memanggil tante ku untuk menjagaku ketika ayah pergi. Suatu hari ayah pergi ke papua untuk meliput pemberontakan Organisasi Papua Merdeka. Ayah bilang hanya seminggu disana,tapi sudah delapan hari ayah tak ada kabar. Perasaan ku mulai tak enak,tidak seperti biasa ayah tak memberi kabar. Apakah ada kerjaan tambahan sehingga ia terpaksa tinggal lebih lama? Akhirnya udah sebulan ayah tak pulang. aku selalu menanyakan ayah kepada tante,tetapi tante selalu bilang ayah masih kerja. Setiap malam aku selalu menyempatkan diri melihat pintu depan,akan kah ayah pulang?


Hingga suatu hari aku mendengar tante mengobrol dengan seseorang lewat telepon,tante menangis dan ku dengar tante menjelaskan bahwa ayah telah meninggal tertembak pemberontak. Aku ingin menangis,aku ingin menjerit! Aku membentak Tuhan “mengapa ayah tak bisa bersamaku,aku ingin ayah menyaksikan dan ikut berkeliling dunia bersamaku” sulit bagi anak delapan tahun seperti ku untuk menerima nya,hingga akhir nya aku dewasa,aku membangun kapal impian ku dan ayah. Aku mengajak ibu dan keluarga nya naik kekapal dan pergi berkeliling dunia hingga ke pelabuhan Sydney Australia. Tak lupa aku memajang foto besar mendiang ayah ku. “INI KAPAL IMPIAN KITA AYAH.”
“EVEN AFTER DEATH DO US A PART,I WILL ALWAYS WAIT FOR YOU”

2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar