“Anton!
Bangun!. Kamu nggak kuliah apa? Jangan cuma bisa molor aja di sini!” bentak seorang wanita tua dari balik pintu
sambil menggedor-gedorkan pintu dengan kerasnya.
“maaf tante,anton ketiduran. Soal nya
semalaman anton lagi buat makalah.”
Ujarku
sambil membukakan pintu dan mengusap-usap mataku yang masih memerah dan berair.
“Eh,Anton!
Tante juga pernah kuliah,buat makalah itu gak sampe semalaman tau nggak! Emang dasar kamu nya aja yang malas
bangun! ayo cepat cuci semua piring
kotor,lalu mandi dan kuliah sana!” aku pun hanya menunduk seolah-olah
aku yang bersalah,karena semakin aku menjawab,maka semakin dia akan menyemburku
dengan kata-kata panasnya.
Antonius
Firmansyah,itulah nama lengkap ku. Aku biasa di panggil Anton,ibuku meninggal
pada saat melahirkan ku,karna aku dianggp anak pembawa sial,ayah ku telah
beberapa kali mencoba membunuh ku ketika aku bayi. Dan karna frustasi
kehilangan istrinya,ayah ku pun mendekati jurang narkoba,hingga akhirnya
meninggal tepat pada saat umurku mengainjak 10 bulan akibat Over Dosis.
Umur
ke sekarang telah menginjak 20 tahun,aku kuliah di fakultas hukum sebuah
perguruan tinggi negeri di jakarta. Aku tinggal bersama tante ku yang telah
lama menjanda karna suaminya yang meninggal akibat kecelakaan pesawat
terbang,dan sampai saat ini tante belum di karuniai seorang anak.
Perlakuan
tante ku sangat lah kasar, ia menjadikan ku seperti pembantu dirumahnya,karna
ia juga menganggap ku sebgai anak pembawa sial,karna kematian adik semata
wayang nya,yaitu ibuku. Dulu,aku bahkan tidak di izinkan untuk kuliah,tetapi
aku mencari cara agar aku bisa kuliah,hingga akhirnya aku memenangkan sebuah
lomba essai tingkat nasional dan mendapatkan beasiswa SI dari pemerintah.
☺☺☺
Semua
piring telah tersusun rapi dan bersih di rak piring. Akupun sudah rapi dan
bersiap-siap untuk kuliah. Seperti biasa,aku menunggu bus di halte dekat rumah.
Oh iya,bisa dikatakan aku hanya menumpang tidur,makan dan mandi di rumah
tente,sebab semua biaya hidupku,aku yang menanggung nya.
Aku bekerja sebagai
penjaga counter handphone di dekat rumah. Tak terasa bus yang akan ku tumpangi
pun dating,segera aku masuk dan mengambil tempat untuk duduk.
☺☺☺
jam
menunjukan pukul 13.50 WIB. Dan bel kampus berbunyi pertanda bahwa kuliah telah
berakhir. Aku pun bergegas pulang. Sesampai nya dirumah,aku berganti
pakaian,lalu kedapur untuk mencari makanan. Aku pun terkejut ketika ku lihat
tidak ada satu pun makanan di tudung saji. Lalu karna rasa lapar yang
menggerogoti,aku pun menanyakan kepada tante ku. “Maaf tante,anton lapar. Apa
tante gak masak ya? Anton makan apa tante? ” kata ku sambil menundukan kepala
dan memegangi perut ku. “Apa??? Kamu itu sudah besar Anton,cari makan sendiri
dong,jangn gartisan mulu! Emang kamu siapa?” bentak tante. “Tapi Anton kan
keponakan tante” kataku menahan tangis. “Hey Anton,jujur ya. Sampai sekarang
tante belum ikhlas,dan sampai kapan pun tidak kan ikhlas kehilangan ibu kamu.
Emang apa istimewa nya kamu sehingga ibumu yang harus pergi??? Kenapa tidak
kamu yang mati??? Kamu tuh pembawa sial!” aku pun tersentak dan langsung
berlari ke kamar. Tak terasa air mata menetes dengan deras dan bebas dari
sepasang bola mata yang memerah.
Aku
pun mengambil foto ayah dan ibu,lalu memeluk nya. “ibu,walau aku tak begitu
lama mengenal mu,tapi hangat rahim mu masih ku rasakan sampai detik ini.
Mengapa orang-orang mengira aku yang membunuh mu??? Apa kah engkau juga
berfikir begitu ibu? Ayah,mesi berkali-kali kau ingin membunuh ku,tapi aku
masih mengingat senyum bahagia mu kala ibu mengandung ku.” Aku
menangis,merintih,meronta hingga aku tertidur,pulas,nyenyak dan aku melihat
sosok bayangan. Itu ayah dan ibu ku,lalu aku berteriak “ayah,ibu lihat aku anak
mu ini!”
“Jika aku mati,akan kah orang-orang
menangisi ku”
“Jika aku mati,aku yakin tangis
akan sirna melahirkan bahagia”
“Jika aku mati,pasti masih ada
keluarga ini.”
“cabut nyawa ku ibu,ayah!
Tuhan,gantikan aku dengan meraka!!!”
Ayah dan ibu
mendekat,ku dengar ibu berbisik “pergi lah ke kampun nenek mu di Kalimantan.
Mereka semua menunggu mu.” Semakin lama ibu menjauh dan tersenyum dan hilang.
Aku terbangun,sejenak aku berfikir tentang perkataan ibu. Lalu aku pun
memutuskan pergi ke samarinda.
Sesampai di Samarinda,aku langsung menuju rumah nenek.
Benar lah,mereka menyambut ku dengan hangat. Sebuah rasa kekeluargaan yang tak
pernah ku dapat kan. Aku lalu menceritakan semua tentang tante. Tampak nenek
sangat geram,tapi aku menekan kan agar itu menjadi masa lulu yang tak perlu di
ingat-ingat lagi.
Tak terasa dua tahun ku menginjak Samarinda. Aku pun
telah bekerja dan berkeluarga. Aku menikahi seorang gadis Samarinda. Nenek dan
kakek pun telah tenang disana. Aku mengajak isri ku ke Jakarta untuk berlibur
sekalian mengunjungi tante. Sesampai di rumah tante,aku terkejut,rumah tante
hilang. Semua nya rata dengan tanah,hanya ada puing-puing bara api di
sana-sini. Aku bertanya ke penduduk sekitar,ternyata rumah tante baru saja
mengalami kebakaran tunggal.,dan tante menjadi korban di sana. Aku menarik
nafas,dan aku berduka. Baru lah aku sadar,bahwa “hidup mati di
tangan tuhan.Dan tak boleh ada yang menghakimi dan di hakimi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar